-->

Rabu, 15 Mei 2013

Puncak Makrifat Jawa (Pembukaan)


Entah bagaimana aku memahami kegelisahanku
Apakah akalku yang tak mampu ataukah akalku yang buntu


Bagaimana bisa,
Tuhan Sang Penggenggam Kuasa semesta masih menuntut kesungguhan bakti Ibrahim, sang pesuruh Tuhan yang setia
Bagaimana mungkin aku bisa memahami Tuhan Penggenggam Kuasa itu meminta Ibrahim untuk menyembelih putra terkasihnya?
Dan tak mungkin Ibrahim membantah

Aku tak peduli,
Ismail atau Ishak yang tergeletak pasrah menyongsong kilatan pedang yang menggidiknya itu,
Bahkan saat Ibrahim terpejam menggorokkan pedang tajamnya pada leher jenjang yang terlentang pasrah,

Lalu darah mengucur dan menyembur . . . . . .
Meski darah itu hanya darah seekor domba;
Batinku tetap tak bisa menerima begitu saja
Ini jelas penindasan!
Ini kesewenang-wenangan!

Lalu kukaji ragam cerita dari kitab-kitab suci
Lalu kutemui ragam ajaran kebijaksanaan dari para bijak bestari
Lalu kudapatkan, kurasakan, dan kuendapkan

Bahkan pada segala peristiwa di mayapada
Kutangkap dengan mata kepala dan dada,
Lalu kueja, meski terbata

Hemm,
Di ujung lelahku, ketika segala laku piker mandeg sendiri
Semua luruh dalam senyap dan sepi
Perlahan aku seperti mendengar Tuhan berbisik,
“Begitulah Susana hati-Ku wahai Ibrahim. Karena janji-Ku, Aku harus mengabulkan semua permintaanmu, apa pun itu! Maka , hendaklah kamu tidak lagi memohon agar Aku melumatkan mereka yang tidak sepaham denganmu dari wilayah kekuasaan-Ku. Karena Aku juga menyayangi mereka sebagaimana kamu mengasihi Ismail dan Ishak, bahkan lebih.

Ki Ageng Suryomentaran: dari laku Kasyaf, Buku Langgar, hingga Wejangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar