Tim nasional Indonesia atau Garuda Senior sedang berada di Dubai
sebagai persiapan menghadapi Iraq dalam partai perdana Pra Piala Asia Grup C.
Indonesia berada di grup maut bersama Iraq, Arab Saudi, dan China. Menelisik
kekuatan di grup C dan skuad Garuda yang minim pengalaman maka hanya keajaiban
yang bisa membawa timnas bisa
lolos. Saya tidak ingin membahas lebih dalam
tentang peluang timnas di grup maut itu. Sebelum kick off di mulai, ada baiknya
kita melihat bagaimana perjalanan panjang tim Garuda di ajang resmi AFC bernama
Pra Piala Asia. Pra Piala Asia merupakan babak kualifikasi untuk tampil di
Piala Asia.
Pra Piala
Asia 1968-1976
Piala Asia pertama kali di gelar
tahun 1956 di Hongkong. Partisipasi timnas Indonesia dijanag resmi AFC baru
pada Piala Asia 1968 dengan bermain di Pra Piala Asia 1968 di Taipe, Taiwan
bulan Agustus 1967. Dalam kurun waktu 1967 sampai 1976 prestasi timnas di ajang
internasional lumayan bagus. Dengan materi pemain seperti Abdul Kadir,
Soetjipto Soentoro, Anjasmara, Risdianto, Max Timisela dll timnas pernah
menjadi juara di Kings cup 1968 di Thailand, tahun berikutnya 1969 menjadi
finalis di Kings Cup. Timnas juga pernah juara di Mardeka Games di
Malaysia tahun 1969, finalis Piala President 1972 di Korea Selatan dan
puncaknya di tahun 1975 kalah di babak final kualifikasi Pra Olimpiade 1976
dari Korea Utara. Namun di turnamen bernama Pra
Piala Asia 1968 sampai 1962 tim garuda seperti melempem akibatnya gagal lolos
ke putaran final. Berikut statistik timnas Indonesia di pra piala Asia sejak
1968 sampai 1972.
Catatan
bahwa sejak pertama Piala Asia 1956 sampai 1972 tim nasional Asia Barat atau
Timur Tengah kecuali Iran belum berpartisipasi, otomatis kekuatan sepakbola
saat itu masih didominasi Asia Timur dengan krikil kecil dari tim Burma dan
India.
Pra Piala
Asia 1980-1988
Sejak piala Asia 1976 kekuatan
sepakbola Asia tidak lagi berpusat di Asia Timur tapi persaingan semakin tajam
dengan munculnya kekuatan baru Asia Barat seperti Arab Saudi, Iraq, Kuwait dll.
Sedangkan bagi tim Garuda pada awal 80an merupakan fase peralihan dari generasi
hebat di era akhir 60an dan 70an ke masa 80an. Pada awal 80an sekitar tahun
1981 sampai 1985 terjadi penurunan prestasi timnas Indonesia. Prestasi bagus
yang dicapai adalah menjadi finalis President Cup di Korsel 1980,
Semifinalis Asian Games 1986 dan Juara Sea Games 1987. Dan mimpi buruk menembus
Putaran final Piala Asia masih tetap mimpi bagi PSSI, padahal ada dua kali
kesempatan kita menjadi tuan rumah. Berikut statistik di Pra Piala Asia 1980 sampai
1988.
Pra Piala
Asia 1992-2000
Dengan materi pemain muda yang
baru saja meraih emas di Sea Games Manila seperti Widodo C. Putra, Rochy
Putiray dan Peri Sandria timnas tampil di Pra Piala Asia 1992 di Singapura.
Sayangnya kita kalah di partai pertama dari China dan mengubur mimpi kita. Butuh
waktu 4 tahun mimpi itu menjadi nyata. Di Pra Piala Asia 1996 Indonesia
beruntung mendapat lawan ringan dan bisa lolos kali pertama diputaran final
Piala Asia. Empat tahun kemudian Indonesia kembali mendapat lawan ringan di Pra
Piala Asia 2000, Kurniawan DJ cs tidak kesulitan mengulang sukses 4 tahun lalu.
Berikut statistik perjalanan timnas di Pra Piala Asia 1992-2000.
Pra Piala
Asia 2004-2011
Dengan materi bagus seperti
Kurniawan DJ, Zaenal Arief, Eduard Ivak Dalam, Ponaryo Astaman, Ismed Sofyan
dll timnas Indonesia mempertahankan tradisi lolos ke Piala Asia untuk kali ke-3
di Piala Asia 2004 China. Empat tahun kemudian Indonesia bisa bermain di Piala
Asia melalui jatah tuan rumah. Tradisi tampil di Piala Asia lenyap ketika
Garuda gagal bersaing dengan tim-tim kuat seperti Australia, Benny Dolo tidak
mampu meracik pemain yang ada. Kurun waktu 2004-2011 adalah fase terbaik tim
nasional Indonesia dalam millennium ketiga, walau tanpa satu tropi juara. Lalu
bagaimana perjalanan di Garuda di Pra Piala Asia 2004 sampai 2011.
Kisruh
dualisme kompetisi seperti membebani langkah garuda senior yang ingin menembus
putaran final Piala Asia di Australia 2015. Dengan persiapan yang amburadul dan
skuad yang bukan terbaik sangat berat jika berharap timnas bisa lolos dari
lubang jarum, tapi sepakbola selalu punya cara yang misteri, sepakbola bukan
hitungan matematis dan harapan itu selalu ada. Berharap pada keyakinan, kerja
keras, dan semangat garuda tetap didadaku kita hadapi macan Asia itu dengan satu
tekad Garuda bisa mengepakan sayapnya, garuda bukan burung perkutut. Dan
seperti kata Julio Cesar, “Veni, Vidi, Vici” (saya datang, saya lihat dan saya
menang) semoga timnas bisa menang ditengah keterbatasan, tetap dukung tim
nasional, garuda didadaku !!!
Satu timnas, satu PSSI, satu Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar