Walisongo yang berarti sembilan
orang wali,merupakan istilah yang sudah begitu akrab dan tidak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Jawa. Dalam sejarah proses
Islamisasi di Pulau Jawa mereka amat dihormati karena mereka adalah perintis
dakwah Islam yang tangguh, ulet, penuh dedikasi dan ikhlas dalam pengabdian,
kreatif dan inovatif.
Mereka sebenarnya adalah para
mubaligh atau juru dakwah Islam pada jamannya yang memiliki kecakapan
dan keahlian yang luar biasa. Mereka memahami dengan baik corak-corak kebudayaan dan adat istiadat masyarakat tempat mereka akan menyemaikan ajaran Islam. Dapat dimengerti apabila dalam waktu yang relatip singkat mereka mampu mengubah dari masyarakat yang semula penganut agama Hindu Budha,menjadi masyarakat yang sebagian besar memeluk agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
dan keahlian yang luar biasa. Mereka memahami dengan baik corak-corak kebudayaan dan adat istiadat masyarakat tempat mereka akan menyemaikan ajaran Islam. Dapat dimengerti apabila dalam waktu yang relatip singkat mereka mampu mengubah dari masyarakat yang semula penganut agama Hindu Budha,menjadi masyarakat yang sebagian besar memeluk agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Pada awalnya para mubaligh itu
membentuk suatu forum untuk berkumpul dan berdiskusi guna mencari jalan
bagaimana mereka bisa mengembangkan Islam di Asia Tenggara.Forum tempat bertemu
dan berdiskusi para mubaligh itu agaknya pertama kali terbentuk di Kerajaan
Islam Samudra Pasai(1250-1524 M), sebuah kerajaan Islam pertama di Asia
Tenggara.Kerajaan Islam Samudra Pasai mencapai puncak kejayaannya pada paruh
pertama abad ke-14 M.
Menurut penelitian Teuku Iskandar
dalam bukunya Kesusastraan Melayu Sepanjang Abad(Penerbit Libra,Jakarta, 1996),
raja-raja Samudra Pasai berturut-turut adalah Sultan Malikul
Saleh(1250-1297 M), Sultan Malikul Dzahir( 1297-1326 M), Sultan Muhammad Dzahir
(1326-1354 M), Sultan Ahmad Jamaluddin (1354-1383 M), Sultan Zaenal Abidin
(1383- 1405 M) dan Sultanah Bahiah (1405-1428 M). Sementara itu Wikipedia
Indonesia menyebutkan susunan raja-raja Samudra Pasai agak lengkap, tapi masih
perlu mendapat penilaian secara kritis. Berikut ini adalah susunan raja-raja
Samudra Pasai menurut seorang penulis anonim dalam Wikipedia Indonesia,yaitu:
Sultan Malikul as-Saleh(1250-1297 M), Sultan Muhammad Malik az-Zahir(1297-1326
M), Sultan Mahmud Malik az-Zahir( 1326-1345 M), Sultan Abdul Malik az-Zahir
(1345-1383 M), Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir(1383-1405 M), Sultanah
Nahrasiyah(1405 - 1412 M), Sultan Sallah ad-Din(1405-1412 M), Sultan Abu Zaid
Malik az-Zahir(1412-1455 M), Sultan Mahmud Malik az-Zahir II( 1455-1477 M),
Sultan Zain al-Abidin II-Ibnu Mahmud Malik az-Zahir(1477-1500 M), Sultan Abdul
al-Allah Malik az-Zahir(1500-1513 M), dan Sultan Zain al-Abidin III (1513-1521
M).
Dari kedua susunan raja-raja Pasai
itu, sampai tahun 1405, tidak ada perbedaan yang berarti. Perbedaan yang
menyolok baru terjadi setelah wafatnya Sultan ke-5 Pasai, Sultan Zaenal Abidin,
yang wafat tahun 1405 M. Menurut Prof.Teuku Iskandar, pengganti Sultan Zaenal
Abidin adalah Sultanah Bahiah, putrinya. Sedangkan menurut penulis anonim dalam
Wikipedia Indonesia, pengganti Sultan Zaenal Abidin adalah Sultanah Nahrasiyah,
jandanya, yang kemudian menikah dengan Sultan Sallah ad-Din. Sultanah
Nahrasiyah memerintah bersama-sama suaminya sampai tahun 1412 M. Kemudian
mereka digantikan oleh Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir yang memerintah
cukup lama, yaitu 43 tahun (1412-1455 M). Benarkah informasi yang disampaikan
oleh penulis anonim dalam Wikipedia Indonesia itu ?.
Berdasarkan adat dan tatacara
pergantian tahta dalam sistem pemerintahan dengan bentuk kerajaan, adalah tidak
lazim seorang janda sultan memerintah menggantikan jabatan suaminya, apalagi
kemudian menikah lagi dengan orang lain dan memerintah bersama-sama. Karena
itu, pendapat Prof.Teuku Iskandar lebih dapat dijadikan pegangan dari pada
pendapat penulis anonim tadi. Kita sebenarnya dapat menggabungkan kedua
informasi itu, hingga kita dapat merekontruksi susunan raja-raja Samudra Pasai
secara lebih lengkap. Sultanah Nahrasiyah yang disebut-sebut sebagai janda
Sultan Zaenal Abidin yang wafat tahun 1405 M itu, tidak lain adalah Sultanah
Bahiah berdasarkan informasi Teuku Iskandar. Sultanah Bahiah adalah putri
sulung Sultan Zaenal Abidin dan putri ini menikah dengan Sultan Sallah ad-Din.
Dengan demikian Sultan Sallah ad-Din adalah menantu Sultan Zaenal Abidin.
Rupanya Sultan Zaenal Abidin tidak
mempunyai putra mahkota. Tetapi dia memiliki putra dari seorang selir yang
bernama Jumadil Kubro yang kelak menjadi ulama besar. Jumadil Kubro lebih
tertarik pada dakwah agama Islam dari pada mengendalikan pemerintahan. Namun
begitu Jumadil Kubro menjadi penasehat kakaknya, Sultanah Bahiah dalam
soal-soal urusan agama Islam. Adapun Sultan Sallah ad-Din,suami Sultanah
Bahiah adalah seorang Panglima Perang Kerajaan Islam Samudra Pasai yang
cakap. Tetapi ketika mencoba hendak menaklukkan Nuku yang berada di wilayah
Aceh, dia gugur di medan perang. Peristiwa ini membuat Sultanah Bahiah amat sedih.
Kemudian dia berujar, bila ada perwira yang mampu membalaskan sakit hatinya
dengan menaklukkan Nuku, Sultanah Bahiah bersedia menjadi istrinya.
Tantangan itu dijawab oleh Abu Zaid Malik az-Zahir dan ternyata berhasil
menaklukan Nuku. Dengan sendirinya dia menikahi Sultanah Bahiah dan
mendampinginya sampai Sang Ratu wafat pada tahun 1428 M. Makam Sultanah Bahiah,
ditemukan berada dalam kompleks makam raja-raja Samudra Pasai.Sepeninggal
Sultanah Bahiah, Abu Zaid Malik az-Zahir,naik tahta Kerajaan Islam Samudra
Pasai dan memerintah sampai tahun 1455 M.
Dari pernikahan Sultanah Bahiah
dengan suami pertamanya, mereka dikaruniai seorang putri yang kemudian menikah
dengan Sultan Malaka Iskandarsyah(1414-1424 M), pada tahun 1414 M.
Agaknya dengan suaminya yang ke dua, Sultanah Bahiah tidak dikarunia keturunan,
karena pada tahun 1412 M, tahun perkawinannya dengan Abu Zaid Malik az-Zahir,
Sang Ratu sudah berusia antara 42-45 tahun, sehingga kecil kemungkinannya
mendapatkan keturunan.
Sejak pertengahan abad ke-15 M, Samudra
Pasai dipimpin oleh para penguasa yang kurang cakap,sehingga kerajaan Islam
pertama di Asia Tenggara itu mengalami kemunduran. Sekalipun begitu Samudra
Pasai masih tetap bertahan dalam posisinya sebagai pusat dakwah dan studi
keislaman di Asia Tenggara sampai tahun 1521 M. Pada tahun 1521 M, Samudra
Pasai diserang Portugis. Para penguasa Samudra Pasai banyak yang mengungsi ke
Aceh yang saat itu mulai muncul sebagai Kerajaan Islam yang terkuat di Asia
Tenggara. Akhirnya Portugis berhasil diusir dari Samudra Pasai pada tahun 1524
M. Kemudian Samudra Pasai diintegrasikan kedalam wilayah Kerajaan Islam Aceh.
Sejak itu, Kerajaan Islam Samudra Pasai, benar-benar surut dari panggung
sejarah. Perannya sebagai pusat dakwah dan studi keislaman di Asia Tenggara,
digantikan oleh Kerajaan Islam Aceh. (Bersamsung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar