-->

Senin, 04 Februari 2013

Manusia ?? (Part 1)


إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh, (QS. Al-Ahzab: 72)
            Setelah mendengar imam shalat isya membacakan ayat tersebut ketika shalat isya Al-Muhajirin Universitas (sakti) Siliwangi, pikiran saya pun melayang entah kemana samapi saya tersadar kembali ketika imam berucap sami’allahu liman hamidah tanda akan I’tidal. Setelah shalat kembali saya membayangkan dan memikirkan akan sebuah ‘sesuatu’ yang mengganjal hati dan pikiran saya selama ini. Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah ketika Allah membuat suatu forum percakapan dengan langit, bumi dan gunung-gunung dan Allah pun dalam forum tersebut memberikan satu amanah kepada mereka (langit, bumi dan gunung-gunung) namun tidak disangka-sangka mereka semua menolak amanah tersebut karena mereka takut akan melanggar dan mengkhianati amanah Allah tersebut. Dan apa yang terjadi setelah itu? Makhluk Allah yang bernama manusia dengan lantang dan bersemangat berkata bahwa dia sanggup mengemban dan memikul amanah Allah tersebut, padahal manusia pada saat itu tidak termasuk dalam ‘peserta’ di forum percakapan tersebut. Dan dari penjelasan tersebut dapat dipastikan bahwasanya hakikat karakter manusia adalah belum/tidak disuruh pun manusia sudah sanggup akan mengemban satu amanah bahkan manusia belum mengetahui apa amanah tersebut juga manusia sudah menyanggupinya. Tanpa diperintah manusia akan menjalankan sesuatu dan tanpa mengetahui penrintahnya pun manusia sudah menyanggupi amanah Allah. Itulah manusia sebenarnya.
Namun apa yang terjadi pada karakter manusia sekarang ini? Apakah masih kritis? Apakah masih Pragmatis? Ataukah sudah lupa akan hakikatnya sebagai manusia? Ah.. entahlah apa yang sudah diperbuat oleh manusia sekarang ini.
          sudah 3 semester saya lalui dan menghabiskan waktu di bangku perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi Agama Islam yang diberinama STAI Tasikmalaya terlepas dari singkatan apa yang termaktup dalam empat huruf tersebut entah ‘Sekolah Tanpa Ada Ijazah’ atau ‘Sakolah Tara (tapi) Aya Ijazah’, tapi yang terpampang di plank gerbang masuk adalah Sekolah Tinggi Agama Islam. Saya duduk di kelas D angkatan 2011 tepatnya, satu kelas yang dihuni oleh 28 mahasiswa yang tersisa dari jumlah awal yang saya tidak ketahui. Dari 3 semester yang saya lalui bersama 27 mahasiswa yang lain entah prestasi apa yang patut dibanggakan dari kelas tersebut, suasana sunyi sepi ketika pembahasan keilmuan, planning kegiatan yang selalu berantakan dan masih banyak ‘prestasi-prestasi’ yang tidak patut dibanggakan lainnya. Satu gerakan perubahan saya yakin sudah ada dalam benak hati dan pikiran 28 mahasiswa tersebut namun saya tidak tahu mengapa selalu kandas dan padam di tengah jalan. Memaksakan kehendak dan berjalan sendiri-sendiri menjadi ‘jalan alternatif’ dan pilihan terakhir yang dapat ditempuh terlihat terpecahnya satu kesatuan dan terkotak-kotaknya gerombolan 28 mahasiswa kepada klan-klan tertentu sudah makin terasa.
            ‘Diperbudak nilai’ menjadi fenomena yang hangat pada saat UAS kemarin adalah fenomena yang sangat menyayat-nyayat hati dan pikiran saya, ketika ada satu dosen yang memberikan tugas yang tidak rasional dan tidak sepadan dengan apa yang telah beliau sampaikan akan tetapi mereka tetap mengerjakan tugas tersebut walau dengan hati yang terus menggerutu tak henti-hentinya, gerutuan tersebut akan berhenti ketika tugas telah selesai dikerjakan dan siap untuk dikumpulkan. Entah apakah mereka sangat rajin untuk mengerjakan tugas ataukah mengerjakan semata-mata untuk mengejar nilai A, karena memang nilai A adalah satu tujuan akhir bagi mahasiswa.
            Mahasiswa yang kritis yang ingin meramaikan diskusi dianggap sebagai momok yang menakutkan yang siap menjatuhkan harga diri bagi mahasiswa yang ada di depan, sikap introfert dan apriori terhadap apa yang terjadi pada kawan sekelasnya, dan banyak lagi itulah kondisi yang berkembang sampai saat ini di kelas tercinta saya, entah sampai kapan ini terjadi dan entah kapan semua ini berakhir, sepertinya harus ada rapat paripurna yang kita lakukan kawan untuk menentukan langkah kita ke depannya ketika kita sudah mulai jenggah dengan kondisi yang ada sampai saat ini kecuali kita masih terlena dengan kegelapan kita sampai kita lulus nanti.
Tandang Ke Gelanggang Walau Seorang
Kepalkan Tangan Maju Ke Muka
Yakin Usaha Sampai

Tulisan ini saya dedikasikan kepada sahabat/i, kawan-kawan Mahasiswa STAI Tsm Kelas PAI D ‘11

Tasikmalaya, 2 Februari 2013
Salam damai, tulisan dari orang kampung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar