إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ
مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh, (QS. Al-Ahzab: 72)
Setelah
mendengar imam shalat isya membacakan ayat tersebut ketika shalat isya
Al-Muhajirin Universitas (sakti) Siliwangi, pikiran saya pun melayang entah
kemana samapi saya tersadar kembali ketika imam berucap sami’allahu liman
hamidah tanda akan I’tidal. Setelah shalat kembali saya membayangkan
dan memikirkan akan sebuah ‘sesuatu’ yang mengganjal hati dan pikiran saya
selama ini. Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah ketika Allah
membuat suatu forum percakapan dengan langit, bumi dan gunung-gunung dan Allah
pun dalam forum tersebut memberikan satu amanah kepada mereka (langit, bumi dan
gunung-gunung) namun tidak disangka-sangka mereka semua menolak amanah tersebut
karena mereka takut akan melanggar dan mengkhianati amanah Allah tersebut. Dan
apa yang terjadi setelah itu? Makhluk Allah yang bernama manusia dengan lantang
dan bersemangat berkata bahwa dia sanggup mengemban dan memikul amanah Allah
tersebut, padahal manusia pada saat itu tidak termasuk dalam ‘peserta’ di forum
percakapan tersebut. Dan dari penjelasan tersebut dapat dipastikan bahwasanya
hakikat karakter manusia adalah belum/tidak disuruh pun manusia sudah sanggup
akan mengemban satu amanah bahkan manusia belum mengetahui apa amanah tersebut
juga manusia sudah menyanggupinya. Tanpa diperintah manusia akan menjalankan
sesuatu dan tanpa mengetahui penrintahnya pun manusia sudah menyanggupi amanah
Allah. Itulah manusia sebenarnya.
Namun
apa yang terjadi pada karakter manusia sekarang ini? Apakah masih kritis?
Apakah masih Pragmatis? Ataukah sudah lupa akan hakikatnya sebagai manusia?
Ah.. entahlah apa yang sudah diperbuat oleh manusia sekarang ini.
sudah 3 semester saya lalui dan menghabiskan waktu di bangku
perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi Agama Islam yang diberinama STAI
Tasikmalaya terlepas dari singkatan apa yang termaktup dalam empat huruf
tersebut entah ‘Sekolah Tanpa Ada Ijazah’ atau ‘Sakolah Tara (tapi) Aya
Ijazah’, tapi yang terpampang di plank gerbang masuk adalah Sekolah Tinggi
Agama Islam. Saya duduk di kelas D angkatan 2011 tepatnya, satu kelas yang
dihuni oleh 28 mahasiswa yang tersisa dari jumlah awal yang saya tidak ketahui.
Dari 3 semester yang saya lalui bersama 27 mahasiswa yang lain entah prestasi
apa yang patut dibanggakan dari kelas tersebut, suasana sunyi sepi ketika
pembahasan keilmuan, planning kegiatan yang selalu berantakan dan masih banyak
‘prestasi-prestasi’ yang tidak patut dibanggakan lainnya. Satu gerakan
perubahan saya yakin sudah ada dalam benak hati dan pikiran 28 mahasiswa
tersebut namun saya tidak tahu mengapa selalu kandas dan padam di tengah jalan.
Memaksakan kehendak dan berjalan sendiri-sendiri menjadi ‘jalan alternatif’ dan
pilihan terakhir yang dapat ditempuh terlihat terpecahnya satu kesatuan dan
terkotak-kotaknya gerombolan 28 mahasiswa kepada klan-klan tertentu
sudah makin terasa.
‘Diperbudak nilai’
menjadi fenomena yang hangat pada saat UAS kemarin adalah fenomena yang sangat
menyayat-nyayat hati dan pikiran saya, ketika ada satu dosen yang memberikan
tugas yang tidak rasional dan tidak sepadan dengan apa yang telah beliau
sampaikan akan tetapi mereka tetap mengerjakan tugas tersebut walau dengan hati
yang terus menggerutu tak henti-hentinya, gerutuan tersebut akan berhenti
ketika tugas telah selesai dikerjakan dan siap untuk dikumpulkan. Entah apakah
mereka sangat rajin untuk mengerjakan tugas ataukah mengerjakan semata-mata
untuk mengejar nilai A, karena memang nilai A adalah satu tujuan akhir bagi
mahasiswa.
Mahasiswa yang
kritis yang ingin meramaikan diskusi dianggap sebagai momok yang menakutkan
yang siap menjatuhkan harga diri bagi mahasiswa yang ada di depan, sikap
introfert dan apriori terhadap apa yang terjadi pada kawan sekelasnya, dan
banyak lagi itulah kondisi yang berkembang sampai saat ini di kelas tercinta
saya, entah sampai kapan ini terjadi dan entah kapan semua ini berakhir,
sepertinya harus ada rapat paripurna yang kita lakukan kawan untuk menentukan
langkah kita ke depannya ketika kita sudah mulai jenggah dengan kondisi yang
ada sampai saat ini kecuali kita masih terlena dengan kegelapan kita sampai
kita lulus nanti.
Tandang Ke
Gelanggang Walau Seorang
Kepalkan Tangan
Maju Ke Muka
Yakin Usaha
Sampai
Tulisan ini
saya dedikasikan kepada sahabat/i, kawan-kawan Mahasiswa STAI Tsm Kelas PAI D
‘11
Tasikmalaya, 2 Februari 2013
Salam damai, tulisan dari orang kampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar