-->

Senin, 11 Februari 2013

SMA (juga) Bisa!!


SMA menyiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tinggi. SMK  menyiapkan siswa ke dunia kerja dan ke pendidikan tinggi“.  Kalimat  seperti ini mungkin sering kita dengar. Namun, jika ditelusuri, sumbernya juga tidak jelas! Faktanya, tidak semua lulusan SMA melanjutkan ke pendidikan tinggi. Banyak, lulusan SMA yang harus berebut peluang kerja guna melanjutkan masa depannya.


Hal ini  mungkin tidak pernah disadari.  Atau, sudah disadari. Tapi diabaikan begitu saja.  Sungguh, tidak bijak membiarkan lulusan SMA -yang tidak mampu secara finansial melanjutkan ke perguruan tinggi- untuk terjun ke dunia kerja. Padahal di SMA mereka tidak mendapatkan bekal dan tidak disiapkan untuk bekerja. Beda dengan SMK, yang nota bene disiapkan untuk masuk ke dunia kerja/ industri sesuai bidang keahliannya.  Memang, ada program Bidik Misi untuk mengatasi siswa tidak mampu agar melanjutkan ke PT. Tapi tetap saja, penyumbang angka pengangguran tertinggi adalah lulusan sekolah menengah!

Tidak menutup mata, banyak sekolah yang  sangat kreatif  memikirkan “nasib” lulusan yang berpotensi menganggur ini.  Sekolah membekali siswanya dengan vocational skill, kewirausahaan, pelatihan di BLK, dan on the job training.  Ada juga program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Tujuannya sama. Memberi nilai tambah,  pengalaman kerja serta, etos kerja, peningkatan disiplin dan karakter, serta  pengalaman hidup seluas-luasnya bagi siswa SMA.  Harapannya, mereka tidak shocksaat memasuki dunianya yang baru selepas SMA. Terutama dunia kerja, lantaran tidak mampu melanjutkan ke pendidikan tinggi. Tapi prosentase sekolah seperti ini berapa?

Persoalan penggangguran usia produktif  ini selayaknya menjadi perhatian pemerintah. Dalam hal ini Kemendikbud, agar dalam kurikulum baru secara  terbuka mewacanakan SMA bisa. Ya ,bisa kuliah. Ya, Bisa Bekerja. Artinya, kalau memang tidak mampu untuk melanjutkan ke PT, seyogyanya mampu bersaing secara sehat di dunia kerja.

Bahkan, konon kabarnya,  kurikulum 2013 disusun untuk menghadapi Bonus Demografi 2035-2045.  Yakni melimpahnya usia produktif besar-besaran di Indonesia. Diharapkan kurikulum baru (2013) ini mampu menyiapkan SDM handal guna mengisi berbagai bidang pembangunan. Namun, bagaimana mungkin generasi muda akan berperan dalam pembangunan jika mereka tidak memperoleh bekal yang cukup?

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebenarnya sudah mengakomodasi peluang ini. Ada mata pelajaran wajib “Ketrampilan/ Bahasa Asing” dan “Muatan Lokal”  yang oleh sekolah tertentu  dimanfaatkan secara maksimal untuk pembekalan vokasional. Tapi apa mau dikata. Dalam Drfat Kurikulum 2013  kedua mata pelajaran itu sudah menguap entah kemana.

Tahun 80′an pernah dicanangkan Kurikulum 1984. Di SMA ada 2 pilihan.  Program A dan Program B. Program A meliputi A1 (Ilmu-ilmu Fisik), A2 (Biologi), A3 (Sosial) dan A4 (Budaya). Program B, pilihan bagi siswa yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Pilihan bagi mereka yang akan  memasuki dunia kerja. Sayangnya. Saat itu hanya Program A yang jalan. Padahal, bisa jadi  model seperti ini  ideal untuk mengatasi permasalahan melubernya lulusan SMA yang tidak terserap di dunia kerja.

Di Australia, ada sebuah sekolah setingkat SMA yang kurikulumnya menarik. Saat ini,  Margareth River Senior High School (MRSHS), ternyata melaksanakan kurikulum mirip-mirip seperti model kurikulum 1984.  Disana diterapkan Vocational Education and Training in Schools (VETiS). Siswa kelas akhir yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi diberi bekal vocasional skill/ kewirausahaan untuk terjun ke dunia kerja. Secara intensif pelajar-pelajar di MRSHS dilatih ketrampilan dan melakukan kegiatan magang (on the job training). Tujuannya agar betul-betul siap terjun ke dunia kerja.

Nah, agaknya Australia sudah lebih dulu menerapkan “SMA juga Bisa”. Indonesia kapan……???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar