-->

Jumat, 01 Maret 2013

Keadilan Tuhan


Salam Sejahtera

Di pagi yang cerah ini Alhamdulillah saya masih diberikan kesempatan untuk memainkan jari saya di atas papan ketik notebook kesayangan saya. Alhamdulillah adalah sebuah kata yang melunturkan sikap egoisme dan kesombongan kita dan Islam mengajarkan agar kita bersikap jujur kepada diri sendiri karena akan berdampak ke
dalam berupa ketentraman yang menjadi pangkal kebahagiaan hidup. Itulah kutipan yang terinspirasi dari perkataan Nurcholis Najid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Caknur.
          Pagi ini kanal berita olahraga nasional sedang hot-hot nya membahas tentang Rapat Exco PSSI yang memutuskan bahwa Halim Hahfudz resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Sekjen PSSI, sedangkan di kanal tetangga (kanal Politik) masih asik bericikibung membahas tentang ‘AU Yang Terdholimi’. Namun semua berita terhangat sampai yang terpanas yang tersaji tidak membuat saya tertarik untuk ikut nimbrungdan memberikan sedikit analisa karena pada akhir-akhir ini saya lebih suka menjadi penonton setia yang damai dan tidak pernah anarki.
            Salah satu yang membuat saya menuliskan catatan sederhana ini adalah sebuat kutipan seorang pengguna Twitter yang sedang asik RT-RT an dengan kawannya (mungkin) yang dalam kutipannya ada terselip kata ‘Ini salah satu bukit dari Keadilan Tuhan’. Setelah membaca kutipan tersebut saya teringat ketika diskusi di kelas pada jam kuliah yang khusus membahas tentang Keadilan Tuhan karena memang itu termasuk dalam silabus Mata Kuliah MPAI II pada saat itu ada satu kawan saya yang memaparkan materi tersebut. Dan satu lagi pada saat satu Forum Diskusi ‘jadi-jadian’ yang saya juga tidak tahu siapa yang memulainya, yang pada saat itu saya ‘terpojok’ karena ‘dikeroyok’ oleh semua orang yang mau berbicara pada saat gara-gara saya berpendapat bahwa Tuhan sudah dipermainkan. Inti dari penjelasan tersebut adalah bahwa ada banyak pihak yang mentafsirkan tentang Keadilan Tuhan yang berbeda-beda tak ayalnya dari pihat Mutakalimin yang terbagi menjadi 2 pihak yang bertentangan.
            Pihak pertama dimotori oleh kaum rasionalis Islam atau yang sering disebut Mu’tazilah, pihak ini berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat dzalim dengan memaksakan kehendak kepada hamba-Nya dan menanggung akibat perbuatannya. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan dalam perbuatannya tanpa ada paksaan dari Tuhan. Dan Abdul Al-Jabar pun menjelaskan bahwa Keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk dan Tuhan punya kewajiban kepada hamba-Nya dan kewajiban itu adalah berbuat baik dan adil terhadap hamba-Nya.
            Dan di lain pihak Mu’tazilah ada pihak Asy’ariyah yang seperti hendak menyuarakan ‘protes’ terhadap pihak pertama karena kedua pihak ini sangat bersebrangan pendapatnya. Asy’ariyah berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan itu mutlak dan perbuatan Tuhan itu tidak mempunyai tujuan yang pasti akan tetapi semata-mata karena kehendak dan kekuasan mutlak-Nya bukan untuk kepentingan hamba-Nya dan Tuhan mempunyai kehendak mutlak untuk berbuat ‘sesuka hati’ terhadap makhluk-Nya Tuhan dapat memberikan pahala dan siksa kepada hamba-Nya sekehendak-Nya.
            Dan dari kedua pendapat tersebut ada orang yang memihak Mu’tazilah da nada yang memihak Asy’ariyah dan mereka sama-sama merasa pihak mereka yang paling benar. Bagi saya Keadilan Tuhan menurut kedua kubu tersebut benar semua karena:
Pertama, Mu’tazilah berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban kepada hamba-Nya yaitu berbuat baik dan berbuat adil. Itu benar karena Tuhan menyandang titel dari sifat Maha Penyayang dan Pengasih serta Maha Adil, ketika Tuhan mempunyai gelar tersebut sudah pastilah Tuhan juga ‘harus’ berlaku adil dan berbuat baik. Teringat satu lirik lagu dari Iwan Fals yang berjudul ‘Tolong Dengar Tuhan’ kurang lebih potongannya seperti ini ‘Bukankah Kau Maha Tahu Pengasih Penyayang Namun mengapa selalu saja itu hanya cerita’ dari potongan syair tersebut Iwan Fals menyajikan satu kondisi korban ledakan Gunung Galunggung yang menderita padahal mereka tidak berbuat maksiat dan dosa yang sangat hina dan mereka mempertanyakan mengapa orang-orang yang tidak berdosa yang menjadi korban bukan orang kota saja yang sudah jelas-jelas melakukan maksiat setiap hari. Itu menandakan bahwa mereka (cenderung) protes dan mempertanyakan ke-Maha Pengasih Penyayang yang disandang oleh Tuhan.
Kedua, Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan menciptakan alam semesta ini dan bahkan Tuhan boleh berbuat ‘seenak hati’ kepada hamba-Nya, dari pendapat tersebut banyak sekali yang mengkritisi dan mempertanyakan apabila itu konsepnya maka untuk apa manusia hidup di dunia ini? Akan tetapi menurut saya konsep dari Asy’ariyah pun benar karena Tuhan mempunyai kekuasaan dan bahkan Tuhan bergelar Pengurus alam semesta ini dan yang Maha Merajai. Jadi otomatis Tuhan ‘berhak’ berbuat apa saja sekehendak-Nya apa pun itu manusia tidak berhak mencampuri urusan-Nya.
            Lalu apa sebenarnya yang dinamakan Keadilan Tuhan dan seperti apa konsep riilnya? Entahlah sampai saat ini saya belum bisa menjawab secara gamblang tentang masalah ini, yang pasti kita jangan pernah berburuk sangka kepada Tuhan karena Tuhan pasti memberikan segala hal kepada kita entah itu baik atau bahkan buruk (menurut kita sendiri) terima, dan syukuri! Percayalah pasti pemberian-Nya akan bertambah. Karena kita pasti sepakat Tuhan itu Maha Kaya maka mengapa kita tidak berani meminta lebih dari-Nya?



Salam Lima Jari, Tulisan dari orang Kampung.

Tasikmalaya, 28 Februari 2013
Pukul 11.28 WIB
Di Kamar (yang) Serasa Surga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar